NonFiksi
Memoar Pak Kahar : sisi lain bapak seorang pejuang nasional
Saya menuruti kehendak Bapak. Tetapi hati saya berontak dalam diam. Bayangkan, teman itu mengayuh sepeda dengan ngos-ngosan dan berpeluh keringat dari Sapen ke Kotagede karena suatu keperluan dengan saya. Bapak sebegitunya. Saya dengan dia, hanya teman kuliah biasa. Sebagai reaksi atas sikap bapak ini, esok harinya saya pamit ke Ibu untuk mengungsi ke rumah Mbak Fat di Tegalkemuning.rnrnTiga hari berselang. Bapak menyusul. Waktu mendengar suaranya, saya bersembunyi di lantai atas. Tidak mau menemui beliau. Saya masih jengkel. rasanya bagai dada tertindih batu gunung.rnrnBapak menjelaskan kepada Mbak Fat kejadian yang sebenarnya, kemudian pamit pulang. Saya mendengar semuanya dari lantai atas. Hati ini merintih menahan haru. Saya menyusul pulang dengan jalan yang berbeda agar sampai ke rumah belakangan. Bapak mendengar glothakan suara sepeda saya. Beliau segera menuju kamar. Memegang tangan saya. Menyalaminya. sambil meminta maaf.rnrnMaafkan Bapak ya, Nok."rnrnBapak mencium kening saya. Spontan saya menangis tersedu. Air mata ini berurai dengan derasnya. Saya pun meminta maaf atas kekonyolan ini."
B02878 | 920 JAU m | (900) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain